VIDEO: Nada Remaja WNI eks ISIS Ingin Kembali ke Indonesia, Terima Kasih Jika Kami Diterima Pulang

Internasional4,166 views

PUBLIKNEWS – Nada Fedulla, remaja asal Indonesia, hanyalah satu dari ribuan bahkan puluhan ribu anak-anak petempur ISIS dari berbagai negara, yang kini terjebak di kamp pengungsian Al-Hol, di timur laut Suriah.

Semenjak kekalahan kelompok kekhilafahan ISIS kira-kira dua atau tiga tahun lalu, keluarga para petempur ISIS – para perempuan dan anak-anak – ditempatkan di kamp pengungsian yang dipadati lebih dari 70.000 orang.

Dalam kondisi yang menyedihkan, dicampakkan para suami, diabaikan khalifah dan pemerintah mereka, Nada dan sebagian pengungsi perempuan lainnya masih berharap untuk dapat pulang ke negara asalnya.

“Saya sangat lelah tinggal di sini. Jadi, saya sangat berterima kasih jika ada orang yang memaafkan dan menerima kami pulang,” ungkap Nada dalam wawancara khusus dengan Quentin Sommerville, koresponden BBC di Timur Tengah.

Kemenlu akan verifikasi klaim sejumlah WNI di kamp pengungsi eks ISIS di Suriah
Dia juga berharap kepada pemerintah Indonesia untuk dapat memulangkannya dan keluarganya – termasuk ayahnya yang kini mendekam di penjara di Suriah yang menampung para eks petempur ISIS.

“Jika pemerintah Indonesia bisa melakukannya, saya ingin mereka membawa pulang kami dan membawa ayah dan saudara saya,” katanya.

‘Bisakah Anda memaafkan ayah Anda?’
Sebuah harapan yang kini justru menjadi isu sangat sensitif di Indonesia setelah sempat muncul wacana pemulangan mereka, tetapi mendapat penolakan keras, karena kepulangan mereka dikhawatirkan membawa ‘virus terorisme’ baru.

Kini Nada Fedulla dan keluarganya, juga sejumlah keluarga dari Indonesia lainnya, masih belum jelas nasibnya, setelah pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Polhukam Mahfud MD pada Selasa (11/02) menyatakan ‘tidak ada rencana’ bahkan ‘tidak akan memulangkan’ eks ISIS ke Indonesia.

Sampai kapan puluhan ribu keluarga eks ISIS ditempatkan di kamp pengungsi Al-Hol?
Kalah di Suriah, kelompok ISIS masih aktif, di mana saja mereka?

Sebagian negara di dunia tidak menginginkan para petempur eks ISIS maupun keluarganya, termasuk Inggris. Hanya sedikit negara yang mau menerima mereka kembali, seperti Rusia, Arab Saudi, dan Maroko.

Semenjak kekalahan kelompok kekhilafahan ISIS kira-kira dua atau tiga tahun lalu, keluarga para petempur ISIS – para perempuan dan anak-anak – di tempatkan di kamp pengungsian yang dipadati lebih dari 70.000 orang.

Dalam wawancara khusus dengan BBC, Nada mengisahkan awal mula dia serta seluruh keluarga diboyong ayahnya ke Suriah, demi bergabung dengan ISIS, sekian tahun lalu.

Nada harus meninggalkan sekolah dan melupakan cita-citanya menjadi dokter.

“Dulu saya bercita-cita menjadi dokter. Saya suka belajar,” katanya.

Berikut petikan wawancara Nada – didampingi neneknya – dengan koresponden Timur Tengah BBC, Quentin Sommerville:

Anda dan nenek Anda telah melakukan perjalanan jauh dari rumah kalian di Indonesia. Bagaimana Anda akhirnya berakhir di sini?

Malam itu kami pergi dengan mengendarai mobil, bersama ayah, saudara lelaki, saudara perempuan, serta nenek saya.

Kami membuat keputusan bahwa kami ingin keluar dari ISIS. Kami ingin pergi ke Turki untuk menyelamatkan hidup kami.

Situasi di Kamp Al-Hol

Tetapi, sebelumnya, kami berpikir tidak mungkin kami dapat langsung ke Turki.

Kita kemudian pergi dengan mobil, tapi saya tidak tahu pergi ke mana, barangkali ke Shadadi. Kami tiba dan keluar dari mobil, lalu naik bus. Lantas mereka membawa kami ke (kamp pengungsian) Al-Hol.

Kami hanya sepanjang hari di Al-Hol dan kemudian kami datang ke sini.

Katakan kepada kami, seperti apa kehidupan di wilayah yang dikuasai ISIS?

Di beberapa tempat, kami mendapatkan listrik, tetapi di beberapa tempat lainnya tidak ada listrik. Kita harus memasang generator untuk mengisi daya (charger) telepon seluler dan lampu.

Adapun air tidak begitu baik. Anda tahu seperti persediaan air di sini. Jadi kami harus membeli air untuk minum.

Apakah kondisi seperti itu terkadang membuat Anda ketakutan?

Ya.

Apa lagi yang menakutkan Anda?

Ada. Sehari sebelum kami pergi, saat kami baru bangun dan menyiapkan sarapan, dan saya sedang berbaring di tempat tidur, dan saya sedang menulis, lalu kami mendengar ada ledakan.

Perempuan dan anak-anak di Kamp Al-Hol
Kami lalu lari menuruni tangga, ke ruang bawah tanah. Kami menunggu di sana beberapa jam sampai pesawat-pesawat itu menghilang.

Situasinya membaik. Sebelumnya, saudara lelaki saya terkena pecahan peluru di bagian punggungnya. Ini menyedihkan.

Situasi mencekam seperti itu tidak seperti kehidupan Anda saat tinggal di Indonesia?

Ya.

Bagaimana Anda membandingkan situasi seperti itu dengan kehidupan Anda di Indonesia?

Saya sangat takut tetapi kemudian saya berkata kepada ibu saya. Dia hanya berusaha menenangkan saya dan minta bersabar. Karena apa yang bisa kita lakukan? Kami di sini dan pesawat datang untuk menyerang kami di sini.

Dan, apakah Anda berpikir ketika meninggalkan Indonesia, keluarga, teman-teman, serta rumah,bahwa kondisinya akan seperti sekarang?

Sebelumnya, saya tidak tahu bahwa ayah saya akan membawa kami ke sini.

Ketika saya masih sekolah, saya benar-benar ingin menjadi dokter, dan saya sangat suka belajar. Ayah saya berkata ‘kamu akan masuk universitas kedokteran di sana’.

Tapi setelah kami pergi, dia meminta maaf kepada saya. Ayah saya berkata ‘saya minta maaf, saya kira sulit buatmu untuk mewujudkan cita-citamu dengan kondisi seperti ini’.

Keseharian di Kamp Al-Hol

Di wilayah yang dikuasai ISIS, saya ingin masuk universitas kedokteran, tetapi mereka tidak menjanjikan saya bakal mendapatkannya, karena saya tidak memiliki ijazah.

Jadi, saya hanya belajar di rumah, di rumah seperti ini (tertawa kecil).



Lihat Berita dan Artikel Terbaru Publik News Lainnya di Google News


Redaksi Publik News menerima kiriman berita, rilis pers dan opini. Kirim ke: mediapubliknewscom@gmail.com atau WhatsApp: 0852 7213 4500

Komentar