Bernostalgia ke Kampung Tengah Mempura, Said Arif Fadilah Kunjungi Rumah Sahabat Karibnya

Daerah, Siak2,202 views

SIAK, PUBLIKNEWS.COM – Said Arif Fadilah berkunjung ke rumah Akang yang Memberi Ibunya Utangan semasa dulu. Sebelum ia menuju ke penyeberangan sampan ke Kampung Tengah, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak, Riau, Rabu (15/7/2020).

Tidak gila hormat karena dia tahu jabatan adalah titipan. Jabatan bisa datang dan pergi atau ditinggalkan dan meninggalkan. Itulah yang selalu dia ingat karena itu pesan ibunya.

Setelah mengembalikan mobil dinas yang digunakannya saat menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan Siak pada Rabu pagi. Said Arif Fadilah sebenarnya ingin pamit dengan Bupati Siak Drs H Alfedri MSi, namun Bupati sedang ada kegiatan di Tualang, sehingga keinginan dan niat baik itu harus diundur.

“Saya hormati dia karena pimpinan saya. Saya hargai dia karena dia Bupati Siak. Makanya saya hendak pamit, datang tampak wajah, pergi tampak punggung, sebagai bentuk sportivitas,” ucap Arif bersemangat.

Pernah berjanji mengajak ke kediaman Gunawan yang akrab disapa Akang (81), pemilik toko kelontong atau sembako di Pasar Cina Twon dan kini tinggal di Jalan Prona tidak jauh dari Polsek Siak. Siang itu, Arif Fadilah merealisasikan janjinya.

Akang tinggal bersama anak dan menantunya. Istrinya masih sehat, namun pendengarannya sudah berkurang. Sedangkan akang pernah stroke dan kini sudah mulai pulih. Hanya ingatannya mulai melambat, sehingga saat Arif datang dia hanya tersenyum gembira dan dengan mata berbinar-binar menyapa dan menyambut Arif.

“Ibu saya dulu berutang belanjaan kepada Akang ini. Tahu sendirilah berapa gaji guru saat itu. Akang tidak hanya mengutangkan kami, tapi banyak pekerja dan guru yang berutang di toko kelontongnya,” cerita Arif di hadapan Akang dan istrinya.

Arif biasa saja menceritakan kehidupan masa kecilnya. Bahkan dia tidak sungkan memberi tahu ibunya berutang belanjaan untuk bertahan hidup sebagai guru dan membesarkan anak-anak yang sekolah. Bahkan dia menyebutkan ikut membantu ekonomi keluarga dengan mencari kayu bakar, menangkap ikan dengan sampan agar bisa dijual dan menyeberangkan orang-orang yang membutuhkan tumpangan.

Akang mendengarkan dengan seksama. Setelah Arif bercerita, sambil menatap wajah Arif, Akang tersenyum sambil mengangguk-angguk.

Selanjutnya Arif mengisahkan bagaimana Akang mendoakannya agar Arif kecil menjadi camat.

Ketika itu kami hendak pindah ke Pekanbaru. Saat itu sekitar tahun 1980. Ibu saya ada sisa utang Rp18 ribu. Karena hendak pindah dan sekalian pamit, ibu saya membayar utangnya. Namun, akang menolak. Dia bilang uang itu kasih kan Arif saja. Untuk sekolah Arif, biar dia jadi camat. Ucapan Akang itu sampai kini terus terngiang di telinga saja,” ucap Arif, yang disambut anggukan oleh Akang dengan air mata nyaris tumpah.

Pertemuan itu bukan untuk sedih-seduhan. Arif hanya bernostalgia mengenang masa kecilnya, mengenang orang-orang yang sudah berjasa dalam sejarah hidupnya.

“Tanpa mereka, tak mungkin aku bisa seperti ini. Tanpa orang-orang baik seperti mereka, bagaimana saya bisa tegar dan terus bersemangat belajar, membantu orangtua dan menjadi diri sendiri,” jelasnya.

Tak lama berbincang dengan Akang, putranya bernama Aleng pulang. Begitu senangnya dia melihat Arif Fadilah ada di rumahnya.

“Sejak kecil saya sudah kenal
Pak Arif. Ayah saya begitu senang dengannya. Karena Pak Arif orang baik dan sangat sopan kepada orangtua. Dia orang yang punya sikap dan pendirian. Tak jarang ayah saya jika marah, mencontohkan, lihatlah Arif itu, ayahnya sudah tidak ada, namun dia baik dan sopan, serta singgung-sungguh dalam belajar. Makanya dia didoakan ayah saya menjafi camat,” cerita Aleng yang akan mendukung jika Pak Arif mencalonkan menjadi bupati.



Lihat Berita dan Artikel Terbaru Publik News Lainnya di Google News


Redaksi Publik News menerima kiriman berita, rilis pers dan opini. Kirim ke: mediapubliknewscom@gmail.com atau WhatsApp: 0852 7213 4500

Komentar